Selasa, 21 Februari 2012

Dishub Siap Cabut Izin Trayek Mayasari Bakti

VIVAnews - Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan mencabut izin trayek Mayasari Bakti jurusan Kampung Rambutan-Grogol yang menabrak Bus Transjakarta koridor IX (Pinangranti-Pluit), di Jalan S Parman pada Minggu, 12 Februari 2011. Surat izin mengemudi (SIM) sopir juga terancam dibekukan, jika ia terbukti bersalah.

Insiden Mayasari Bakti menabrak busway itu mengakibatkan belasan orang luka dan satu orang tewas. Operator Mayasari Bakti terancam sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 191, 192 dan 199.

Kepala Dishub DKI Jakarta, Udar Pristono, mendukung langkah Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Polda (Dirlantas Polda) Metro Jaya yang akan menyelediki kecelakaan tersebut. Dengan langkah tegas tersebut, diharapkan operator kendaraan umum tidak lagi lalai dalam memilih sopir bus.

“Dengan penyidikan dari Dirlantas Polda Metro Jaya, berarti kami mempunyai bukti kuat penyebab kecelakaan tersebut. Apakah disebabkan sarananya, atau prasarana atau pun SDM-nya. Sehingga kami bisa menentukan sanksi apa yang akan diberikan kepada sopir atau pengusaha bus itu,” kata Pristono, di Jakarta, Selasa, 21 Februari 2012.

Pristono menegaskan, apabila dari hasil penyidikan ditemukan kesalahan dan kelalaian di pihak Mayasari Bakti, pihaknya siap mencabut izin trayek bus tersebut beserta dengan pencabutan SIM sopir bus.

Sehingga, peristiwa yang mengenaskan tersebut tidak terulang kembali di Kota Jakarta dan menjadi peringatan bagi seluruh operator kendaraan umum lebih berhati-hati dalam memilih sopir.

“Kalau rekomendasi dari kepolisian sudah keluar, dan menyatakan kelalaian ada pada pihak operator dan sopir, maka Dishub DKI siap memberikan sanksi tegas. Yaitu mencabut izin trayek dan SIM sopir,” ujarnya.

Menurut Pristono, dalam pasal 191, UU No. 22/2009, diatur perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Kemudian dalam pasal 192 ayat (1), jelas diatur perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang.

“Lalu dalam pasal 199, dikatakan setiap orang yang melanggar ketentuan yang ada di pasal 192, akan dikenai sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan izin dan pencabutan izin,” paparnya.

Karena kecelakaan tersebut sampai menelan korban jiwa, maka menurut Pristono, kepolisian bisa menyeret operator Mayasari Bakti dan sopirnya masuk dalam ranah hukum pidana. “Misalnya, kenapa si sopir lalai. Apakah mengantuk atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang? Kalau terbukti seperti itu, kenapa operator mengizinkan dia mengemudi angkutan umum? Nah, alasan ini bisa membuat mereka terjerat sanksi pidana,” tuturnya.

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar